Tuduhan Plagiarisme Guncang Film Animasi “Merah Putih: One For All”: Seniman 3D Pakistan Tuntut Keadilan
Film animasi Indonesia “Merah Putih: One For All” tengah menghadapi kontroversi serius. Junaid Miran, seorang seniman 3D asal Pakistan, melayangkan tudingan serius terhadap tim produksi film tersebut, menuduh mereka telah menggunakan enam karakter 3D ciptaannya tanpa izin. Karya Junaid, yang dijual secara komersial di platform Reallusion seharga USD 149 (sekitar Rp 2,4 juta), diduga kuat menjadi dasar desain tokoh utama dan beberapa karakter pendukung dalam film animasi yang bertemakan pencarian bendera hilang ini.
Tokoh utama “Merah Putih: One For All,” seorang anak laki-laki berkulit hitam dengan pakaian merah yang memimpin tim pencari bendera, menunjukkan kemiripan yang sangat mencolok dengan karakter 3D Junaid. Fitur wajah, postur tubuh, dan bahkan detail pakaian tampak hampir identik. Tidak hanya satu, Junaid mengklaim tim produksi telah menggunakan sebanyak enam karakter 3D miliknya tanpa sepengetahuan dan persetujuannya. Hal ini diungkapkan Junaid sendiri melalui kolom komentar di kanal YouTube-nya, menyatakan kekecewaannya karena sama sekali tidak dihubungi oleh tim produksi untuk meminta izin atau memberikan kredit atas penggunaan aset digitalnya.
Pengakuan Junaid ini langsung memicu reaksi keras dari netizen Indonesia, banyak yang mengecam tindakan tim produksi “Merah Putih: One For All” dan mendesak Junaid untuk menuntut secara hukum. Berbagai komentar di kanal YouTube Junaid menunjukkan dukungan dan kecaman terhadap dugaan pelanggaran hak cipta ini. “Ada 6 di TRAILER saja, mungkin lebih banyak lagi di film lengkapnya. Saya harap Anda bisa menuntut mereka jika memungkinkan dari pihak Anda. Mereka jelas-jelas mencuri aset Anda dan ini ironis karena Indonesia terlalu keras dalam mendorong royalti dan hak cipta akhir-akhir ini dan kami sudah muak dengan itu. Tapi tolong, teruskan karya bagusmu,” tulis pengguna YouTube @ramananda2025, mewakili sentimen banyak netizen lainnya.
Menanggapi tudingan tersebut, Eksekutif Produser dan Sutradara “Merah Putih: One For All”, Endiarto, memberikan pernyataan yang dinilai kurang memuaskan. Ia mengakui adanya kemiripan antara karakter dalam film dengan karya Junaid, namun mengklaim hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar dan terjadi karena luasnya dunia animasi, serta adanya kebebasan dalam penafsiran gaya artistik. Endiarto tidak secara gamblang menjawab apakah tim animatornya memang mengambil inspirasi dari platform Reallusion, tempat Junaid menjual karyanya. Ia lebih menekankan pada kerja keras tim animator dalam menciptakan setting pedesaan dan alam Indonesia, seraya meminta publik untuk menonton film secara utuh sebelum memberikan penilaian. Pernyataan ini dianggap oleh banyak pihak sebagai pengakuan terselubung dan kurang bertanggung jawab.
Kontroversi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang etika dan kepatuhan terhadap hak cipta dalam industri animasi Indonesia. Apakah kemiripan yang terjadi memang sekadar kebetulan? Atau merupakan indikasi kuat dari pelanggaran hak cipta yang disengaja? Kasus ini menjadi sorotan penting, terutama mengingat Indonesia tengah gencar mendorong perlindungan hak cipta dan royalti. Publik kini menantikan langkah selanjutnya dari Junaid Miran dan berharap kasus ini dapat menjadi pembelajaran berharga bagi industri animasi Indonesia untuk lebih menghargai karya seniman dan mematuhi aturan hak cipta. Apakah Junaid akan mengambil jalur hukum? Dan bagaimana respon lebih lanjut dari pihak produksi film “Merah Putih: One For All”? Kita tunggu perkembangan selanjutnya.
**Kata Kunci:** Merah Putih: One For All, Junaid Miran, Plagiarisme, Hak Cipta, Animasi 3D, Kontroversi Film Animasi Indonesia, Reallusion, Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, Industri Animasi Indonesia.