## Polemik Peternak Dijadikan Tersangka Usai Melawan Pencuri: Sahroni Pertanyakan Logika Hukum di Indonesia
Kasus Muhyani, seorang peternak di Serang, Banten, yang ditetapkan sebagai tersangka karena melawan pencuri ternaknya, telah menimbulkan gelombang protes dan pertanyaan besar mengenai penegakan hukum di Indonesia. Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, secara tegas mempertanyakan logika polisi dalam kasus ini dan mendesak pembebasan serta pemulihan nama baik Muhyani.
Sahroni menyatakan ketidaksetujuannya terhadap penetapan tersangka terhadap Muhyani yang secara heroik membela diri dan harta bendanya dari aksi pencurian. “Membela diri ditangkap, pasrah dibunuh penjahat. Logika macam apa ini?” tegas Sahroni dalam keterangan persnya pada Jumat (15 Desember 2023). Menurutnya, aparat penegak hukum seharusnya tidak hanya melihat peristiwa berdasarkan tindakan akhir, melainkan juga menganalisis kronologi kejadian secara menyeluruh dan adil.
Sahroni menekankan pentingnya mempertimbangkan konteks situasi yang mengancam nyawa Muhyani. “Situasinya terancam, jelas pencuri mengeluarkan golok. Dalam hukum pidana kita, ada pengecualian untuk pembelaan diri dalam situasi terancam. Muhyani bukan kriminal, ia hanya membela diri,” ujar Sahroni dengan nada keras. Ia khawatir kasus ini akan menciptakan preseden buruk, di mana masyarakat akan semakin takut untuk membela diri dari kejahatan, mengingat ancaman hukuman yang justru dijatuhkan kepada korban kejahatan yang melakukan pembelaan diri. Sahroni mengingatkan agar kasus serupa di masa lalu, di mana pemuda yang membela diri dari begal justru dijerat hukum, tidak terulang kembali.
Lebih lanjut, Sahroni mendesak kepolisian untuk menggunakan logika dan hati nurani dalam menyelidiki kasus ini. “Kasus seperti ini seharusnya bisa diselesaikan di tingkat bawah, tidak perlu sampai menjadi sorotan nasional. Aparat penegak hukum harus lebih peka,” imbuhnya. Ia menilai, penetapan tersangka terhadap Muhyani merupakan bentuk ketidakadilan yang dapat memicu keresahan masyarakat dan merusak kepercayaan publik terhadap penegak hukum.
Sementara itu, Kapolresta Serang Kota, Kombes Pol Sofwan Hermanto, menjelaskan bahwa penetapan tersangka terhadap Muhyani didasarkan pada keterangan delapan saksi dan ahli pidana. Menurut keterangan ahli pidana, tindakan Muhyani menusuk pencuri kambing, Waldi, tidak dikategorikan sebagai upaya membela diri karena tidak dalam kondisi terdesak atau *overmacht*. Sofwan menambahkan bahwa Muhyani memiliki kesempatan untuk melarikan diri atau meminta bantuan ketika Waldi mengeluarkan golok. Oleh karena itu, Muhyani ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan yang menyebabkan kematian sesuai pasal 351 ayat 3 KUHPidana. Meskipun demikian, Muhyani tidak ditahan karena dinilai kooperatif selama proses penyidikan.
Pernyataan Kapolresta Serang Kota ini berbeda dengan pandangan Sahroni dan menimbulkan perdebatan publik. Banyak yang mempertanyakan apakah interpretasi hukum atas kondisi *overmacht* dalam kasus ini sudah tepat dan apakah kesempatan untuk melarikan diri selalu menjadi tolak ukur dalam menentukan status tersangka dalam kasus pembelaan diri. Kasus ini menjadi sorotan tajam, menguak dilema antara penegakan hukum dan hak membela diri dalam situasi yang mengancam keselamatan jiwa. Apakah hukum Indonesia cukup melindungi warga negara yang membela diri dari kejahatan? Pertanyaan ini terus menggema di tengah perdebatan publik yang memanas.
**Kata kunci:** Ahmad Sahroni, Muhyani, peternak, tersangka, pencuri, pembelaan diri, hukum, polisi, Serang, Banten, overmacht, pasal 351 ayat 3 KUHPidana, Komisi III DPR, penegakan hukum, keadilan, kriminalitas, hak asasi manusia.