## Indonesia Darurat Seblak? Fenomena Konsumsi Seblak Berlebihan dan Ancamannya pada Kesehatan
Belakangan ini, istilah “Indonesia darurat seblak” viral di media sosial, khususnya TikTok. Pemicu kehebohan ini adalah unggahan seorang dokter yang menangani kasus seorang remaja perempuan berusia 21 tahun yang mengalami masalah kesehatan serius akibat kecanduan seblak. Remaja tersebut dilaporkan hanya mengonsumsi seblak sepanjang hari, tanpa asupan nutrisi lain yang memadai. Kondisi ini menyebabkannya mengalami nyeri perut hebat, kehilangan nafsu makan, dan kelemahan yang membuatnya tak mampu bangun dari tempat tidur selama seminggu.
Dokter Mariska Haris, dokter umum yang berpraktik di Bandung Barat dan pemilik akun TikTok yang mengunggah video tersebut, mengungkapkan percakapannya dengan pasien yang mengejutkan banyak orang. Dalam dialog tersebut, terungkap bahwa pasien hanya mengonsumsi seblak satu hingga dua kali sehari, sementara nasi hanya dikonsumsi jika ia menginginkannya, bahkan terkadang ia sama sekali tidak makan nasi dalam sehari. Fakta ini menyoroti bahaya mengonsumsi makanan kurang bergizi secara berlebihan dan mengabaikan kebutuhan nutrisi harian yang seimbang. Lebih mengkhawatirkan lagi, dr. Mariska mengaku telah menangani beberapa kasus serupa, menandakan fenomena ini mungkin lebih luas daripada yang diperkirakan.
Menanggapi fenomena ini, ahli gizi ternama, dr. Tan Shot Yen, memberikan penjelasan yang semakin memprihatinkan. Ia menekankan bahwa kerupuk, bahan utama seblak, bukan hanya minim nutrisi tetapi juga kaya akan garam. “Masalah seblak terletak pada bahan utamanya, kerupuk. Kerupuk bukan hanya terbuat dari tepung yang miskin gizi, tetapi juga mengandung garam tinggi,” ujar dr. Tan dalam wawancara dengan detikcom pada Kamis, 4 September 2025. Ia menambahkan bahwa konsumen seblak umumnya bukan penggemar makanan sehat, sehingga pola konsumsi yang tidak seimbang ini memicu akumulasi masalah gizi jangka panjang.
Tingginya konsumsi makanan tidak sehat seperti seblak dan gorengan berkontribusi pada peningkatan beban kasus penyakit gizi kronis di Indonesia. Dr. Tan bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa fenomena ini turut memperparah angka stunting yang terus meningkat. Kekhawatiran ini semakin besar mengingat kebutuhan nutrisi yang memadai, khususnya bagi remaja perempuan, sangat penting untuk mempersiapkan diri menjadi calon ibu yang sehat dan terhindar dari anemia.
“Mengonsumsi seblak dalam jangka panjang tanpa asupan nutrisi lain dapat memicu berbagai masalah kesehatan serius, mulai dari anemia dan keropos tulang hingga gangguan haid dan malnutrisi,” tegas dr. Tan. Pernyataan ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat Indonesia akan pentingnya menjaga pola makan sehat dan seimbang. Fenomena “Indonesia darurat seblak” seharusnya menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya mengonsumsi makanan kurang bergizi secara berlebihan dan mengutamakan gizi seimbang untuk kesehatan jangka panjang. Pemerintah dan berbagai pihak terkait perlu lebih gencar melakukan edukasi gizi dan promosi pola hidup sehat kepada masyarakat.
**Kata Kunci:** seblak, kesehatan, gizi, malnutrisi, stunting, anemia, makanan tidak sehat, dr. Mariska Haris, dr. Tan Shot Yen, Indonesia, pola makan sehat, bahaya seblak, gizi seimbang.